Oleh : Lukmanul Hakim, S.IP, M.AP, CNNLP
( Anggota MPI PWM Jateng / Ketua MPI PDM Brebes )
Tahun 2025 menjadi ruang refleksi penting bagi warga Muhammadiyah. Di tengah perubahan sosial yang begitu cepat, disrupsi teknologi, serta dinamika kehidupan umat yang semakin kompleks, Muhammadiyah dituntut untuk tidak hanya istiqamah dalam nilai, tetapi juga adaptif dalam cara. Refleksi ini bukan sekadar evaluasi tahunan, melainkan ikhtiar kolektif untuk menjadi lebih baik dan lebih relevan bagi umat dan bangsa.
Muhammadiyah sejak awal berdiri dikenal sebagai gerakan tajdid atau pembaruan. Namun, semangat pembaruan itu kini menghadapi tantangan baru: bagaimana dakwah Islam berkemajuan dapat hadir secara bermakna di ruang digital yang serba cepat, visual, dan sering kali bising oleh informasi yang tidak tervalidasi. Di sinilah warga Muhammadiyah perlu merefleksikan kembali metode, pendekatan, dan jejaring komunikasi yang selama ini dibangun.
Salah satu pelajaran penting sepanjang 2025 adalah bahwa kekuatan dakwah tidak lagi cukup hanya bertumpu pada mimbar fisik dan forum formal. Ruang dakwah telah berpindah dan meluas ke media sosial, platform video pendek, podcast, hingga percakapan daring lintas komunitas. Warga Muhammadiyah perlu menyadari bahwa dakwah digital bukan sekadar memindahkan ceramah ke layar, melainkan menuntut cara penyampaian yang bijak, empatik, dan komunikatif sesuai karakter audiens.
Refleksi ini juga mengajak warga Muhammadiyah untuk memperkuat jejaring komunikasi, baik internal maupun eksternal. Secara internal, sinergi antar-majelis, lembaga, ortom, dan amal usaha harus semakin cair dan kolaboratif. Informasi, gagasan, dan praktik baik perlu dibagikan secara terbuka agar dakwah Muhammadiyah tampil utuh dan saling menguatkan. Sementara secara eksternal, Muhammadiyah perlu terus membangun dialog dengan masyarakat luas, komunitas lintas iman, generasi muda, serta ekosistem digital yang beragam, dengan tetap berpegang pada nilai Islam yang mencerahkan.
Metode penyampaian dakwah digital yang baik menuntut literasi baru. Warga Muhammadiyah perlu memahami etika bermedia, pentingnya verifikasi informasi, penggunaan bahasa yang meneduhkan, serta pengemasan pesan yang kreatif tanpa kehilangan substansi. Dakwah yang baik bukan yang paling keras suaranya, melainkan yang paling mampu menyentuh akal dan hati. Dalam konteks digital, kesantunan, kejujuran, dan keteladanan justru menjadi kunci utama.
Akhirnya, refleksi tahun 2025 harus melahirkan optimisme dan komitmen baru. Muhammadiyah memiliki modal besar: tradisi keilmuan, jaringan organisasi yang luas, serta nilai Islam berkemajuan yang relevan sepanjang zaman. Dengan memperkuat jejaring komunikasi dan memodernisasi metode dakwah digital secara cerdas dan beretika, warga Muhammadiyah dapat terus berkontribusi menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi semesta.
Menjadi lebih baik bukan berarti meninggalkan jati diri, tetapi memperbarui cara agar nilai luhur tetap sampai dan bermakna. Inilah tantangan sekaligus peluang dakwah Muhammadiyah di masa kini dan masa depan.



0 Comments